Kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa: Stabil di Tengah Gejolak, Tegas di Tengah Ketidakpastian
- account_circle bantenpost.net
- calendar_month Kamis, 4 Des 2025
- visibility 102
- comment 0 komentar

Oleh: Ralita Ayu Pratiwi
Bantenpost.net-Di tengah dinamika ekonomi global yang tak menentu dari lonjakan harga komoditas, ketegangan geopolitik, hingga ketidakstabilan pasar finansial Indonesia membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cerdas secara teknokratis, tetapi juga tenang dan tegas ketika menghadapi tekanan. Purbaya Yudhi Sadewa, yang kini memimpin Kementerian Keuangan, hadir dengan gaya kepemimpinan yang berbeda: tidak flamboyan, tidak sibuk dengan retorika, namun fokus pada substansi, stabilitas, dan ketegasan dalam pengambilan keputusan.
Salah satu ciri kepemimpinan Purbaya adalah keberaniannya mengambil langkah besar di saat yang tidak populer. Ketika tekanan terhadap ekonomi domestik meningkat, ia memilih melakukan penataan ulang alokasi belanja negara secara signifikan. Keputusan ini tidak sekadar angka dalam dokumen fiskal, melainkan bentuk kepemimpinan yang memahami bahwa ketahanan ekonomi membutuhkan keberanian untuk menunda sebagian kenyamanan demi keberlanjutan jangka panjang. Itulah yang membuat gaya kepemimpinannya terasa menonjol: tidak reaktif, tetapi responsif, tidak tergesa-gesa, tetapi bergerak pada saat yang tepat.
Langkah Purbaya menyalurkan dana besar kepada perbankan nasional adalah salah satu contoh keputusan yang memicu perdebatan luas. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai kebijakan berisiko, sementara sebagian lain menilai langkah tersebut sebagai antisipasi krisis likuiditas yang lebih berbahaya. Namun keputusan itu menunjukkan sesuatu yang penting: kepemimpinan adalah seni mengambil risiko yang diperhitungkan. Ketika banyak pihak menuntut kepastian, pemimpin justru harus memberikan arah melalui tindakan, bukan sekadar imbauan. Purbaya memilih memberikan kepastian itu melalui kebijakan yang tegas dan terukur.
Yang menarik dari Purbaya adalah cara ia memperlakukan APBN bukan sebagai daftar pengeluaran semata, tetapi sebagai instrumen pembangunan yang harus dijaga seperti aset strategis negara. Ia menempatkan APBN sebagai fondasi keberlanjutan, bukan alat politis untuk memenuhi ekspektasi jangka pendek. Hal ini terlihat dari prioritasnya terhadap belanja produktif seperti ketahanan pangan, energi, UMKM, serta infrastruktur dasar yang berdampak luas bagi masyarakat kecil. Sikap ini mencerminkan pemimpin yang memahami bahwa negara yang kuat adalah negara yang pondasinya kokoh—dan pondasi itu dibangun dari kebijakan fiskal yang disiplin dan berpihak pada pembangunan jangka panjang.
Di tengah kepemimpinannya, Purbaya juga memperlihatkan kemampuan membaca momentum. Dalam kondisi global yang penuh ketidakpastian, pemimpin harus mampu menilai kapan harus menekan rem dan kapan harus menginjak gas. Ia tidak terburu-buru membuka kran belanja besar ketika situasi belum stabil, tetapi tidak pula menahan belanja saat ekonomi memerlukan dorongan. Keseimbangan ini sangat krusial, karena kebijakan fiskal yang terlalu agresif bisa menimbulkan risiko inflasi, sementara kebijakan yang terlalu konservatif dapat memperlambat pemulihan ekonomi. Model kepemimpinan seperti ini sering kali tidak terlihat oleh publik karena tidak dramatis, tetapi justru sangat menentukan arah kebijakan negara.
Yang membedakan Purbaya dengan banyak pemimpin teknokrat lainnya adalah kemauannya untuk membuka ruang dialog lintas sektor. Ia memahami bahwa Kementerian Keuangan tidak bisa berjalan sendiri. Stabilitas ekonomi hanya dapat dicapai ketika kebijakan fiskal berjalan seiring dengan kebijakan moneter, industri, perdagangan, dan sosial. Pendekatan kolaboratif ini tidak selalu mudah, mengingat dinamika antar lembaga sering kali penuh gesekan. Namun seorang pemimpin yang kuat tahu bagaimana menjaga fokus pada tujuan negara, bukan kepentingan sektoral. Di sinilah kualitas Purbaya terlihat: ia membangun jembatan komunikasi, bukan tembok birokrasi.
Kepemimpinan Purbaya juga terlihat dari caranya mengelola komunikasi publik. Ia tidak tampil berlebihan, tetapi ketika berbicara, pesannya jelas dan berbasis data. Di era ketika banyak pemimpin terjebak dalam pencitraan, gaya komunikasi yang jujur dan lugas justru menjadi nilai penting. Publik tidak membutuhkan pemimpin yang selalu terdengar optimistis; publik membutuhkan pemimpin yang realistis, transparan, dan tahu apa yang sedang ia kerjakan. Setiap kali ia menyampaikan perkembangan ekonomi, ada kesan bahwa ia hadir bukan untuk menenangkan, tetapi untuk menjelaskan apa adanya. Dan sering kali, kejujuran seperti itu justru menghadirkan ketenangan.
Tentu, kepemimpinan tidak pernah luput dari kritik. Beberapa pihak mempersoalkan keberanian Purbaya mengubah struktur belanja negara secara tegas. Ada yang menilai pendekatannya terlalu berhati-hati dalam beberapa situasi. Ada pula kelompok yang berpendapat bahwa kebijakan fiskal tidak bisa hanya didasarkan pada prinsip kehati-hatian, namun harus lebih agresif mendorong pertumbuhan ekonomi. Inilah dinamika kepemimpinan: setiap keputusan selalu mengundang penilaian. Namun, yang membuat kepemimpinan Purbaya menonjol adalah konsistensinya. Ia tidak mudah terombang-ambing oleh opini publik, tetapi tetap membuka diri terhadap masukan dan kritik. Pemimpin yang matang adalah pemimpin yang mampu menyeimbangkan keyakinan dengan fleksibilitas.
Dalam konteks Indonesia yang kerap dihadapkan pada tantangan ekonomi berulang seperti volatilitas harga pangan, tekanan nilai tukar, hingga ancaman perlambatan global kepemimpinan yang stabil dan terukur sangatlah penting. Kita terlalu sering melihat pemimpin yang hanya kuat di atas kertas, namun rapuh menghadapi krisis nyata. Kepemimpinan Purbaya memberi pesan bahwa pemimpin tidak harus keras suara untuk menjadi tegas, dan tidak harus sering muncul di layar televisi untuk menunjukkan kinerjanya. Kepemimpinan yang kuat justru dibangun oleh keputusan yang bijaksana, konsistensi, serta pemahaman mendalam terhadap kompleksitas ekonomi negara.
Ke depan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu menjaga arah kebijakan ekonomi dalam jangka panjang. Apa yang ditunjukkan Purbaya hingga kini memberikan gambaran bahwa kepemimpinan fiskal bukan soal kepintaran menghitung, tetapi kemampuan menjaga keseimbangan antara risiko dan keberanian, antara kenyataan dan harapan, antara kehati-hatian dan tindakan nyata. Stabilitas bukanlah kondisi yang terjadi begitu saja, tetapi sesuatu yang dihasilkan oleh keputusan yang disiplin dan pemimpin yang memahami waktu untuk bertindak.
Pada akhirnya, kepemimpinan yang baik selalu meninggalkan ketenangan bagi publik. Dan dalam masa penuh ketidakpastian seperti sekarang, ketenangan adalah bentuk kepemimpinan yang paling dibutuhkan dan itu adalah kualitas yang ditunjukkan Purbaya Yudhi Sadewa.
- Penulis: bantenpost.net








Visit Today : 79
Visit Yesterday : 163
Total Visit : 54129
Hits Today : 271
Who's Online : 2

