Membaca Jejak Reformasi Purbaya di Kementerian Keuangan: Transparansi Tanpa Kompromi
- account_circle bantenpost.net
- calendar_month Kamis, 4 Des 2025
- visibility 106
- comment 0 komentar

Oleh: Naila Zitha Putri Waluyo
Bantenpost.net-Reformasi birokrasi di Indonesia kerap berjalan tersendat, penuh lika-liku, serta dihantui beragam tarik-menarik kepentingan politik. Namun, di tengah kompleksitas tersebut, selalu muncul individu-individu yang berani mengambil sikap untuk memecah kebekuan dan mendorong perubahan yang lebih progresif. Salah satu figur yang menonjol dalam konteks ini adalah Purbaya di Kementerian Keuangan. Jejak reformasinya memberikan gambaran nyata tentang bagaimana transparansi seharusnya diterapkan: tidak setengah hati, tidak tunduk pada tekanan, dan tidak kompromi terhadap nilai-nilai integritas. Sikap tegas seperti inilah yang dibutuhkan untuk memastikan lembaga pengelola keuangan negara tetap dipercaya sebagai penjaga disiplin fiskal.
Sejak pertama terlibat dalam lingkar kebijakan fiskal, Purbaya dikenal sebagai pejabat yang tidak ragu mengungkap ketidakwajaran, menyoroti potensi kebocoran, maupun membongkar praktik koruptif yang menghambat performa institusi. Ia tampil sebagai bagian dari generasi pembaru yang memahami bahwa transparansi bukan sekadar slogan birokrasi, melainkan instrumen akuntabilitas yang harus dijaga secara konsisten. Upayanya terlihat jelas melalui dorongan keterbukaan data anggaran, ketatnya pengawasan pada proses pengadaan, hingga keberaniannya mengkritisi penggunaan fasilitas negara yang dianggap tidak tepat. Semua langkah ini mencerminkan komitmen personal terhadap integritas yang ingin ia tanamkan dalam kultur kelembagaan.
Salah satu warisan paling kuat yang ditinggalkannya adalah perluasan ruang transparansi anggaran yang tidak hanya diwujudkan dalam bentuk laporan resmi, tetapi juga dalam keterbukaan informasi yang dapat diakses publik secara luas. Bagi Purbaya, partisipasi masyarakat dalam mengawasi pengelolaan fiskal bukanlah ancaman, justru merupakan syarat untuk membangun legitimasi dan kepercayaan publik. Di saat banyak lembaga berlomba membentuk citra bersih, ia menegaskan bahwa sekadar “tampak bersih” tidaklah cukup; yang utama adalah benar-benar menjadi bersih melalui mekanisme yang dapat diuji oleh siapa saja kapan saja.
Pendekatan tanpa komprominya tentu tidak selalu berjalan mulus. Tidak jarang langkah-langkahnya memunculkan friksi internal, terutama ketika menyangkut kepentingan kelompok atau menyentuh zona nyaman para birokrat. Namun, gesekan tersebut sesungguhnya menguatkan satu prinsip dasar: reformasi memiliki konsekuensi. Purbaya memahami bahwa perubahan struktural menuntut keberanian untuk menanggung biaya politik, dan ia memilih melakukannya demi menjaga prinsip transparansi. Baginya, pembaruan birokrasi tidak mungkin tercapai jika dipimpin oleh sosok yang hanya mengejar keamanan jabatan, melainkan oleh mereka yang berani memutus jaringan patronase yang telah lama menghambat perubahan.
Kontribusinya juga tampak dalam dorongan kuat terhadap perbaikan tata kelola pengadaan barang dan jasa. Pada aspek ini, ia menyoroti pentingnya integritas, akurasi data, dan pengawasan berlapis tiga elemen yang sering kali diabaikan dalam praktik sehari-hari birokrasi. Dengan memperkuat sistem yang lebih tahan terhadap potensi manipulasi, Purbaya ikut menanamkan fondasi penting bagi Kementerian Keuangan sebagai institusi yang menjadi rujukan nasional dalam disiplin anggaran. Dampak dari langkah-langkah tersebut bukan hanya dirasakan oleh kementerian, tetapi juga menjadi acuan dalam praktik pemerintahan yang lebih luas.
Dalam lanskap sosial-politik yang semakin menuntut keterbukaan, sosok seperti Purbaya memberikan pelajaran penting bahwa keberanian memutus mata rantai korupsi tidak bisa berhenti pada simbol atau pernyataan. Ia menjadikan transparansi sebagai nilai dan sikap, bukan sekadar formalitas prosedural. Ketika banyak pejabat mencari kompromi karena tekanan politik, ia justru memilih untuk tetap berpegang pada prinsip. Ketika sebagian pihak menganggap kompromi sebagai jalan damai, ia menegaskan bahwa harmonisasi birokrasi tidak dapat dibangun di atas praktik-praktik yang merugikan kepentingan publik.
Saat wacana reformasi birokrasi kembali menguat dalam ruang publik, jejak Purbaya di Kementerian Keuangan menjadi semakin relevan untuk direnungkan. Ia menunjukkan bahwa perubahan struktural menuntut dua pondasi utama: integritas personal dan keberanian institusional. Transparansi mungkin terasa mengganggu bagi beberapa kalangan, namun justru itulah benteng utama untuk memastikan bahwa uang negara dikelola dengan benar dan bertanggung jawab. Di tengah sorotan terhadap tata kelola anggaran, warisan nilai yang ia tinggalkan menjadi pengingat bahwa kepercayaan publik tidak bisa dibangun dengan kemasan, tetapi dengan keterbukaan yang tidak kompromi.
Pada akhirnya, reformasi sejati bukan yang paling keras disuarakan, tetapi yang diwujudkan melalui kerja yang konsisten dan sikap yang tak goyah. Jejak langkah Purbaya membuktikan bahwa birokrasi Indonesia masih memiliki ruang bagi pembaruan yang jujur dan tegas. Tugas kita bersama adalah memastikan agar semangat transparansi tersebut tidak berhenti menjadi catatan sejarah, tetapi terus menjadi pedoman bagi generasi berikutnya dalam membangun tata kelola negara yang lebih bersih dan lebih terpercaya.
- Penulis: bantenpost.net








Visit Today : 79
Visit Yesterday : 163
Total Visit : 54129
Hits Today : 279
Who's Online : 2

